Mengarungi Samudra Kehidupan, kita ibarat pengembara hidup merupakan perjuangan yang akan jadi saksi pengorbanan. Baca Selengkapnya: Cara Membuat Tulisan Berjalan (Marquee) Pada Blog http://bisikan.com/cara-membuat-tulisan-berjalan-marquee-pada-blog#ixzz3jvtZ953R

Jumat, 12 Juni 2015

RAYUAN SETAN DALAM PACARAN

OLEH JIMI HARIANTO, M.Pd.I


Para pembaca yang budiman, ketika seseorang beranjak dewasa, muncullah benih di dalam jiwa untuk mencintai lawan jenisnya. Ini merupakan fitrah (insting) yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Allah ta’ala berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan terhadap perkara yang dinginkannya berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenagan hidup di dunia. Dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.” (QS. Ali Imran: 14)

Adab Bergaul Antara Lawan Jenis
Islam adalah agama yang sempurna, di dalamnya diatur seluk-beluk kehidupan manusia, bagaimana pergaulan antara lawan jenis. Di antara adab bergaul antara lawan jenis sebagaimana yang telah diajarkan oleh agama kita adalah:
1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis
Allah berfirman:
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
“Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendahlah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 30).
Allah juga berfirman:
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
”Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 31)
2. Tidak berdua-duaan
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (kholwat) dengan wanita kecuali bersama mahromnya.” (HR. Bukhari & Muslim)
3. Tidak menyentuh lawan jenis
Di dalam sebuah hadits, Aisyah رضي الله عنها berkata:
وَاللهِ مَا مَسَّتْ يَدُهُ يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ فِي الْمُبَايَعَةِ
“Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).” (HR. Bukhari).
Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
“Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan)
Jika memandang saja terlarang, tentu bersentuhan lebih terlarang karena godaannya tentu jauh lebih besar.

Salah Kaprah Dalam Bercinta
Tatkala adab-adab bergaul antara lawan jenis mulai pudar, luapan cinta yang bergolak dalam hati manusia pun menjadi tidak terkontrol lagi. Akhirnya, setan berhasil menjerat para remaja dalam ikatan maut yang dikenal dengan “pacaran“. Allah telah mengharamkan berbagai aktifitas yang dapat mengantarkan ke dalam perzinaan. Sebagaimana Allah berfirman:
وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesugguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Isra’: 32).
Lalu pintu apakah yang paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!!
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
كُتِبَ عَلَى ابْنُ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَـحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُـمَا النَّظَرُ وَلأُذُنَانِ زِنَاهُـمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْـخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Sesungguhnya Allah menetapkan untuk anak adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. Zina mata adalah dengan memandang, zina lisan adalah dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan dan berangan-angan, lalu farji (kemaluan) yang akan membenarkan atau mendustakannya.” (HR. Bukhari & Muslim).
Kalaulah kita ibaratkan zina adalah sebuah ruangan yang memiliki banyak pintu yang berlapis-lapis, maka orang yang berpacaran adalah orang yang telah memiliki semua kuncinya. Kapan saja ia bisa masuk. Bukankah saat berpacaran ia tidak lepas dari zina mata dengan bebas memandang? Bukankah dengan pacaran ia sering melembut-lembutkan suara di hadapan pacarnya? Bukankah orang yang berpacaran senantiasa memikirkan dan membayangkan keadaan pacarnya? Maka farjinya pun akan segera mengikutinya. Akhirnya penyesalan tinggallah penyesalan. Waktu tidaklah bisa dirayu untuk bisa kembali sehingga dirinya menjadi sosok yang masih suci dan belum ternodai. Setan pun bergembira atas keberhasilan usahanya….

Iblis, Sang Penyesat Ulung
Tentunya akan sulit bagi Iblis dan bala tentaranya untuk menggelincirkan sebagian orang sampai terjatuh ke dalam jurang pacaran gaya cipika-cipiki atau yang semodel dengan itu. Akan tetapi yang perlu kita ingat, bahwasanya Iblis telah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan semua manusia.
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
Iblis berkata: “Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (QS. Shaad: 82).
Termasuk di antara alat yang digunakan Iblis untuk menyesatkan manusia adalah wanita. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلىَ الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
”Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.” (HR. Bukhari & Muslim).
Kalaulah Iblis tidak berhasil merusak agama seseorang dengan menjerumuskan mereka ke dalam gaya pacaran cipika-cipiki, mungkin cukuplah bagi Iblis untuk bisa tertawa dengan membuat mereka berpacaran lewat telepon, SMS atau yang lainnya. Yang cukup menyedihkan, terkadang gaya pacaran seperti ini dibungkus dengan agama seperti dengan pura-pura bertanya tentang masalah agama kepada lawan jenisnya, miss called atau SMS pacarnya untuk bangun shalat tahajud dan lain-lain.
Ringkasnya sms-an dengan lawan jenis, bukan saudara dan bukan karena kebutuhan mendesak adalah haram dengan beberapa alasan: (a) ini adalah semi berdua-duaan, (b) buang-buang pulsa, dan (c) ini adalah jalan menuju perkara yang haram. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.

Rayuan-rayuan Berbahaya Seorang Ikhwan kepada Akhwat:
1. Ukhti, ana mencintaimu karena Allah…
2. Ana jadikan anti sebagai adik angkat, mau kan?…
3. Anti cantik kalau pakai jilbab…
4. Jika di hatinya Ali terukir nama Fathimah, maka dihatiku terukir nama anti…
5. Ukhti, apakah engkau tulang rusukku yang bengkok?
6. Assalamu alaikum, anti sudah makan?
7. Anti sudah shalat malam belum? (sms jam 3 pagi)
8. Ukhti, boleh minta no hp? nanti ana kirimin sms tausiyah dech…
9. Subhanallah…ana kagum dengan kepribadian anti. Anti seperti Fathimah, Sumayyah dan Khansa.
10. Alangkah beruntungnya ikhwan yang akan mendapatkan anti kelak…Masya Allah…
11. Ukhti, pacaran adalah haram.”Dan Janganlah kamu mendekati Zina”. Maka itu, maukah anti ta’aruf dengan ana secara islami?
12. Ukhti, nanti kajian di sana datang ya? Ana juga datang…(ketemuan yuk!!)
13. Masya Allah, ilmu anti sangat luas, maukah membantu ana untuk selalu memberikan nasihat ke ana?
14. Maukah ukhti jadi admin group ana? Biar anti bisa menemani ana menghandle group ini.
15. Ukhti, kalau ada apa2 ttg masalah agama yang ant tidak tahu, tanyakan ke ana ya? Insya Allah ana akan bantu.
16. Ukhti, ana masih awam, ilmu ana sedikit, ana mohon ukhti membimbing dan mendakwahi ana selalu.
17. Ukhti, halalkan ana…jangan sampai ana putus asa jika ukhti menolak ana…
18. Anti sudah ana anggap sebagai adik ana sendiri, jadi jangan ragu2 jika membutuhkan sesuatu ke ana…
19. Ukhti sudah hafal berapa juz? Bolehkah ana mendengar bacaan ukhti?
20. Afwan ukhti…ana kesulitan jika bertemu secara langsung. Maukah kita tukeran foto saja? Tapi ukhti duluan ya?
21. Ukhti, abang anti adalah teman akrab ana, semoga dengan anti bisa akrab…
22. Malam ini bintang berkurang satu…karena yang satunya sedang bersama ana sekarang…
23. Anti tau ngga kalau kedua orangtua anti itu pencuri? Mereka telah mencuri bintang yang paling indah di langit, dan menaruhnya di mata anti…
24. Anti selalu bikin ana takut. Pertama bertemu, ana takut bicara kepada anti. Pertama bicara, ana takut nanti suka pada anti. Pas suka, ana takut nanti jatuh cinta pada anti. Udah jatuh cinta, ana takut kehilangan anti…
25. Tadi malam ana kirim bidadari untuk menjaga tidur anti. Eh, dia buru-buru balik. Katanya, ‘Ah, masa bidadari disuruh jaga bidadari?
26. Ana tercipta hanya untuk menjadi suami anti…
27. Ana bersedia menjadi lilin, Membakar diri ana untuk menerangi diri anti…
28. Ukhti, bolehkan ana pinjam Flashdisknya? untuk mentransfer hati ana ke hati ukhti…
29. Ukhti, dirimu ibarat sendok, karena selalu mengaduk-aduk hati ana.
30. dll (menunggu update terbaru)

Berhati-hatilah para akhwat dari rayuan maut ini… Ingat, serigala tak kenal setia!!!
Ket: Rayuan ini bisa berlaku sebaliknya -akhwat ke ikhwan- (ikhwan juga perlu berhati2).

Contoh diatas adalah sapaan atau SMS gaya Islami?!, yang pada hakekatnya adalah racun hati. 


Religiositas Puasa

Religiositas Puasa
Oleh Rijal Firdaos

Bagi segolongan orang, ibadah puasa mengandung makna lebih dari sekedar sariat. Melainkan, bagaimana berupaya hadir menggapai hakikat, yang secara substansial menjadi modal penting bagi diri yang berpuasa.
Di masa modern seperti ini, kebutuhan manusia akan nilai-nilai spiritual sepertinya semakin meningkat, kendati sebagian kecilnya masih menganggap tidak begitu urgen. Padahal, kebutuhan tersebut sedianya akan terus saling bersinerji antara satu ibadah dengan ibadah lainnya. Shalat, menjadi ritus ibadah yang akan melepaskan seseorang dari urusan duniawi, zakat menjauhkan seorang muslim dari nafsu kepada harta, haji menjauhkan seorang muslim dari dosa, dan rasialisme. Sementara puasa menjauhkan seseorang dari nafsu jasmaniah dan dorongan-dorongan emosional.
Tujuan akhir dari setiap ibadah tersebut di atas, diharapkan mampu menjadi nilai religiositas yang memberikan pencerahan bagi kehidupan manusia dan sikap keberagamaan.
Kedudukan Manusia
Jalaluddin Rakhmat (1994) mengatakan, bahwa dalam Alquran, terdapat tiga kunci yang mengacu pada makna pokok manusia yaitu; basyar, insan, dan al-nas. Pertama: Konsep basyar dihubungkan dengan sifat-sifat biologis manusia: seperti makan, minum, seks, dsb. Konsep ini, berkaitan erat dengan ibadah puasa yang memerintahkan kita untuk menahan diri dari makan dan minum, serta segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa.
Namun, kedudukan manusia pada konsep ini, menurut penulis, termasuk kedudukan dengan tingkatan paling dasar, yang hanya memerhatikan pada kebutuhan pertahanan hidupnya secara fisik semata. Karena, hidup tidaklah cukup sibuk mengurusi badan kasar, tanpa mengisinya dengan ilmu dan cahaya ruhaniyah.
 Kedua: Kata insan, yang dalam Alquran disebut sebanyak 65 kali, dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori: pertama, insan dihubungkan dengan konsep manusia sebagai khalifah atau pemikul amanah; kedua, insan dihubungkan dengan predisposisi negatif manusia; dan ketiga, insan dihubungkan dengan proses penciptaan manusia. Semua konteks insan menunjuk pada sifat-sifat psikologis atau spiritual.
Kedudukan manusia dalam konsep ini banyak mengandung makna, dan menempatkannya dalam berbagai peristiwa. Baik secara positif maupun negatif, mulai dari proses pembentukannya, hingga diberikan kepercayaan oleh Allah sebagai duta di muka bumi. Sehingga wajar kemudian, jika setiap perintah agama, termasuk puasa, akan semakin memperkokoh spiritualitas seseorang.
Ketiga: Kata al-nas, dalam Alquran disebut sebanyak 240 kali, mengacu kepada manusia sebagai mahkluk sosial. Hal ini mempertegas, bahwa puasa di dalamnya banyak terdapat pendidikan sosial yang mengajarkan sifat empati terhadap sesama. Berpuasa menahan haus dan lapar, berusaha memberikan penegasan, bahwa ibadah ini, tidak mengenal status sosial bagi siapa saja yang beriman menjalankannya, baik antara miskin dan kaya, atau antara pejabat dengan rakyat.

Hakikat Religiositas
Sutrisno (2005) menjelaskan religiositas sebagai keruhanian atau spiritualitas, dalam arti kesadaran manusia bahwa nilai, arah, dan orientasi hidupnya ditentukan oleh hubungannya yang damai dengan Ilahi Yang Suci. Religiositas juga diartikan sebagai potensi atau kemampuan yang pokok dari kebudayaan manusia dalam menghayati hidupnya berdasarkan pada nurani yang dekat dengan Sang Sumber Cahaya, yaitu Tuhan.
Puasa sebagai instrumen meniti jalan menuju Allah, harus mampu menjadi benteng bagi terbentuknya suatu tatanan nilai luhur bagi diri yang berpuasa, melalui hubungan komunikasi secara vertikal dengan Allah, yang menyebabkan lahirnya hubungan secara horizontal.
             Karena, fenomena religius menurut Emile Durkheim setidaknya terdapat dua bentuk, yaitu kepercayaan dan ritus. Pertama, merupakan pendapat-pendapat (states of opinion) terdiri dari representasi-representasi, dan kedua adalah bentuk tindakan (action) yang khusus. Namun, di antara dua kategori fonomena ini terdapat jurang yang memisahkan cara berpikir (thinking) dari cara berperilaku (doing).
Pernyataan di atas sangat relevan dengan fenomena religius masyarakat kita yang ada. Di mana, kenyataan antara kepercayaan dan tindakan tidak selalu berjalan lurus. Agama yang dipandang sebagai segi kejiwaan (psychological state), atau sebagai kondisi subjektif dalam jiwa manusia, belum seutuhnya diamalkan dan dirasakan secara menyeluruh (kaffah) oleh penganut agama.

Semoga, ibadah puasa tahun ini bisa menempati ruang yang luas dalam memberikan tarbiyah (pendidikan) bagi individu yang berpuasa,  demi pencapaian derajat takwa yang diharapkan dalam Alquran. Wallahualam.

                                                                                                Penulis
Dosen IAIN Raden Intan, Lampung